Senin, 17 Januari 2011

Kulewati Malam Pertamaku Bersama Waria (part I)


Perempatan kecil Carrefour (dulu Alfa) sektor IX belok kanan (dari arah kampus STAN), itulah tempat mangkal beberapa waria, mereka beroperasi sejak jam 12 malam setiap hari (kecuali hari khusus, ex:Lebaran). Saat Sabtu malam, lebih banyak lagi ”pengunjung”nya. Jumlah mereka sekitar 10-15 orang, setiap kurang lebih 10 meter mereka berdiri mencoba menawarkan ”jasa”.

Kalau menemui mereka saat jam-jam ”kerja”, hampir dipastikan kita akan dianggap ingin memperoleh ”jasa” mereka. Malam pertama itu contohnya, aku dan temanku mencoba iseng-iseng ingin mengorek sesuatu dari Mbak (Mbak atau Mas ya?) Waria di situ. Alhamdulillah kami mendapat setting yang tepat untuk melakukan investigasi. Sebuah warung dengan tempat duduk yang cukup lebar.

”Beli rokok donk, Mas (Mas...mas... kapan aku nikah sama mbakmu-batinku lirih)”, pinta Sang Waria sebut saja namanya Iin (bukan nama sebenarnya)
”Saya nggak ngerokok, Mbak”. Jawabku antara bingung manggil Mbak atau Mas.

Kita saling ta’aruf sambil ada ”pelecehan” dikit-dikit yang hampirku dapat kalau tidak tangan copetku berhasil mengendalikan situasi. Malah temanku yang duduk bersama Yeni (bukan nama asli), sudah terkena ”pelecehan” itu (tidak perlu diceritakan bentuknya, bisa muntah delapan hari kalau membayangkan). Baju khas Jawa yang melekat di tubuhku cukup membuat Iin mengenal aku Wong Jowo. Cuma paduan kendaraan Yamaha Mio Merah yang membuat casing Jawaku tidak bisa terlihat natural, kalau saat itu memakai sepeda kumbang Sukarno-ku mungkin sudah pasti Iin bakalan misuh-misuh (ngumpat-ngumpat-red), Wong Jowo Gemblung!!!!

10 menit berlalu, kami hanya melewati 10 menit malam pertama itu dengan mengenal keluarga Iin. Iin ini cerdas, dia sadar bahwa aku ngobrol dengannya bukan untuk memperoleh ”jasa”nya, dan ternyata dia adalah Koordinator Kewariaan di lingkungan itu dan sering berkoordinasi dengan pemerintah mengenai penyuluhan-penyuluhan untuk waria. Boleh dibilang dia ini aktivis DPW (Dewan Persatuan Waria) setempat. Iin juga terbilang highclass, dia mengaku omset (susah pakai bahasa lain) tiap bulannya bisa sampai jutaan. Untuk perawatan tubuh saja Iin bisa mengeluarkan sampai Rp 300 ribu per minggu, belum biaya hidup keluarganya. Oya, Iin ini punya anak angkat lho!!! Iin tidak mempunyai penghasilan lain selain dari ”job”nya ini. Seorang pengguna jasanya pernah memberikan sampai Rp 2 juta karena Sang Om ternyata merekam Syaithan Activity mereka dan ketahuan Iin (kena deh...!!!).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar