Jumat, 10 Januari 2014

Kapan Kawin? Kapan Punya Anak? Kapan...Kapan...dan Kapan

Dalam mitologi Yunani, ada suatu saat dimana negeri bernama Thebes, negeri yang didirikan seorang bernama Cadmus, sedang dilanda kengerian yang hebat. Siapapun yang akan masuk negeri itu, harus berhadapan dengan Sphinx (makhluk berbentuk singa bersayap, tapi wajah dan tubuhnya seperti wanita). Sphinx menghalangi siapa saja yang akan masuk dan memberikan sebuah teka-teki, bagi siapa yang menjawab dengan benar maka orang itu akan diberikan jalan untuk masuk Thebes, tapi jika menjawab dengan salah maka orang itu akan dibunuh oleh Sphinx. Sudah banyak tak terkira korban Sphinx.

Suatu saat seorang bernama Oedipus, seorang anak raja yang pergi meninggalkan negerinya, menuju Thebes dan mau tak mau bertemu dengan Sphinx. Teka-teki pun dilontarkan Sphinx, “Makhluk apakah yang berjalan dengan empat kaki di pagi hari, dua kaki di siang hari, dan tiga kaki di sore hari?”. “Manusia”, jawab Oedipus. “ketika bayi dia berjalan merangkak dengan kedua tangan dan kakinya, ketika dewasa dia berjalan dengan kedua kakinya, dan ketika masa tua dia berjalan dengan dua kaki tetapi menggunakan tongkat.” Jawabannya benar, dan monster Sphinx entah kenapa, kemudian membunuh dirinya sendiri. Rakyat Thebes selamat.

Ya, itulah manusia, dia akan berubah. Tak ada manusia yang tak berubah. Dan perubahan yang pasti adalah yang dikatakan Oedipus tadi, kecuali dihentikan kematian. Sama dengan kehidupan kita sehari-hari, seakan lupa bahwa manusia pasti berubah, pertanyaan selalu sama terlontar kepada kita. Saat kita kecil, kita ditanya “cita-citanya apa nak?”, saat menginjak SD, kita ditanya mau SMP mana, begitu pula saat SMP. Ketika sudah menginjak SMA, kita ditanya mau kuliah dimana, sudah kuliah kita ditanya kapan lulus, saat sudah lulus kita ditanya mau bekerja dimana, dan saat sudah bekerja kita ditanya sudah punya pacar atau belum? Kapan menikah?. Sudah menikah, kita ditanya kapan punya anak, sudah punya anak, kita ditanya kapan punya rumah, mobil dan sebagainya. Capek.

Rukayyatu Fatahu Umar, penghafal Al Qur’an dari Nigeria berusia 3 tahun
Cleopatra Stratan, penyanyi Rumania, dibayar per lagu Rp 125 juta di usia 4 tahun
Cameron Johnson, pengusaha yang di usia 12 tahun omsetnya sudah mencapai Rp500 Miliar
Mark Zuckeberg 26 tahun jadi Person of the Year, menciptakan facebook umur 20 tahun,
Alia Sabur meraih Profesor Doktor termuda di dunia umur 22 tahun,
Jason Kidd 10 kali masuk all star NBA, usia 37 tahun baru meraih juara NBA pertamanya,
Bill Gates jadi orang terkaya dunia di usia 41 tahun,
Albert Einstein meraih nobel fisika di usianya yang menginjak 42 tahun,
Taikichiro Mori, orang terkaya versi Forbes tahun 1991 mulai berbisnis di usia 55 tahun,
Colonel Harland Sanders pada usia 65 tahun baru mulai usaha KFC,
Ronald Reagan, salah satu Presiden AS paling terkenal, menjadi presiden usia 70 tahun.

Umur manusia memang terus bertambah tua, tapi sampai dimana dia mencapai kesuksesan religi, finansial, prestise, ataupun tahta tak ada batasannya. Fakta di atas menunjukkan bagaimana orang dengan usia berbeda mampu menghasilkan sesuatu yang sama-sama luar biasanya, tanpa batasan usia. Pertanyaan klise pada kita tak akan muncul kembali menghantui kita, karena kita punya rasa dan cara sendiri meraih kesuksesan apapun dalam hidup kita. Dan rasa pesimis atas keterbatasan usia kita tak akan pernah muncul, karena kita tahu kita masih ada tenggat waktu hingga saat-saat akhir hayat kita.
“Harapan hanya mati dalam kematian, dan harapan selalu hidup dalam kehidupan”

Terus berjuang dan optimis kawan….

Senin, 06 Januari 2014

Masa-masa di Sekolah : Kelulusan Tanpa Coretan

Saya sudah lama gak menulis, yah demi sebuah perubahan, mulai hari ini saya coba menulis sesuatu. 1 hari 1 tulisan. Hal yang paling mudah adalah menulis kisah diri sendiri, dan hal yang paling menarik dari diri sendiri adalah KENANGAN…dan kenangan yang paling menarik adalah kenangan masa SMA.. :D

Ya, memang sangat panjang kisah saat SMA, tapi daripada saya ga mulai-mulai buat menulis, ada baiknya saya menulis soal masa SMA, buat awalan. Nah, kalau saya tulis semua, pasti capek, tulis yang menarik aja dikit lah.

Saya ingat hari itu adalah Pengumuman Kelulusan angkatan kami, 2005. Seminggu yang lalu saya sudah woroworo ke semua ketua kelas dan orang yang saya kenal ataupun ga kenal buat bawa sepeda ontel ke sekolah. Kita akan pawai keliling kota merayakan kelulusan 100% kita. Kalau tidak 100%, pawai batal. Kenapa sepeda? Pemikiran saya sederhana, tidak merusak polusi, hampir semua orang punya, saat itu bensin langka dan sedang naik. Tapi yang paling utama adalah saya hanya ingin SMA kami memberikan contoh kepada SMA lain bahwa kelulusan tak harus dengan coret-coret baju kemudian pawai dengan motor. Hal itu pasti mengganggu keselamatan dan kenyamanan diri sendiri dan orang lain.

Tak terasa hari sudah semakin panas hingga membuat sejuknya udara Kudus saat itu terusik kehadiran matahari jam 9 pagi. Semua sudah di posisi tempat titik kumpul di dalam sekolah (sepeda parkir di dalam sekolah), sekitar kurang lebih 70-an sepeda siap melakukan pawai keliling Kudus. Persiapan pawai ini memang mengalir begitu saja. Kalau boleh dibilang, mantan pengurus OSIS lah yang banyak bergerak mempersiapkan ini.

Setiap ketua kelas saya cek, apakah sudah memastikan sekelas lulus semua atau tidak. Ada 10 kelas yang harus dicek. Dan Alhamdulillah, setelah dicek, kami lulus 100%. Pengecekan ini cukup makan waktu, tapi memang itu yang bisa kita lakukan, guru-guru tidak ada yang mau memberikan info soal ini. Pawai ini rupanya sudah diketahui para guru, dan mereka tidak setuju.

Sekarang semua sudah siap meluncur, tapi tiba-tiba Pembina OSIS SMA kami memanggil mantan ketua OSIS kami dan koordinator pawai ini. Hendrawan, mantan ketua OSIS kami mengajak saya, Amin, dan Saiz untuk menghadapi panggilan itu. Kami dibawa ke ruang BP, disana sudah ada Kasbiyanto, guru yang terkenal killer, mantan Pembina OSIS yang saat itu sebagai Wakil Kepala Sekolah bidang Humas. Diskusi berlangsung alot, saya sudah menjelaskan alasan-alasan kami melakukan pawai ini, mereka tidak terima dan Kasbiyanto sebagai seorang killer mengatakan “Sampai mati pun saya ga akan menyetujui pawai ini”. Alasan keamanan menjadi hal yang membuat mereka tidak menyetujui pawai ini, dan selama sejarah SMA kami, ga pernah ada pawai kelulusan, dan ini akan mencoreng nama baik SMA. Kalau saat itu ada istilah “Lebay”, saya akan mengatakan itu pada Kasbiyanto…hahaha

Merasa gagal melobi saya dan kawan-kawan, kami kemudian dibawa menghadap ke Kepala Sekolah, Drs H Makmun, begitulah nama kepala sekolah kami. Diskusi masih sama dan alasan saya juga masih sama, hasilnya pun sama: kepala sekolah melarang. Saya, Hendrawan, Amin dan Saiz hampir putus asa. Gagal…gagal ini pawai. Tapi saya mulai kesal juga dengan mimik wajah kemenangan Pembina OSIS saya, saya yakin, ini bisa dilawan. Akhirnya saya minta waktu ke Kepala Sekolah untuk bertemu dengan “Pasukan Bersepeda” yang sudah siap berangkat. Saya ajak mereka berkumpul dan saya sampaikan,

“teman-teman, saya dan perwakilan kita dipanggil sama Kepala Sekolah dan Pembina OSIS, kita nggak boleh untuk pawai, alasan keamanan dan nama baik sekolah. Sepanjang sejarah SMA 1 Kudus, belum pernah ada yang pawai setelah kelulusan. Dan mereka takut kalau kita ada apa-apa di jalan kalau bertemu dengan SMA lain. Saya serahkan ke teman-teman baiknya gimana, tapi kalau saya, saya akan tetap berangkat, entah itu dibolehkan atau tidak. Sejarah hanyalah sejarah, justru kita nanti yang akan membuat sejarah sebagai angkatan yang pawai untuk pertama kalinya.”

Tak ada satupun yang menolak usul saya saat itu, mereka siap berangkat, dengan ijin Kepala Sekolah atau tidak. Dan bahkan sebelum saya menghadap kepala sekolah lagi, ada satu teman saya, Fahmi yang sepedanya dilempar bata oleh Kasbiyanto karena dianggap mengejek beliau di lapangan sekolahan.

Kami kembali menghadap kepala sekolah yang didampingi Pembina OSIS, kami sampaikan, diijinkan atau tidak, kami akan tetap berangkat. Drs H Makmun sempat terkejut mendengar keputusan kami, mungkin selama ini, murid-murid terlihat taat di tangannya. Tapi ini beda Bung!! Pembina OSIS dan Kepsek berembug cukup lama. Terlihat wajah Pembina OSIS mulai tersenyum kecut,

“OK, kalian berangkat dengan 1 syarat, kalian harus dikawal polisi, saya yang sediakan polisinya”, Sang Pembina OSIS mulai beranjak pergi dan menelepon kantor polisi.

Saya girang bukan kepalang, sejarah akan terjadi. Kalau mau sedikit bercerita, SMA saya ini tempat sekolah anak dari salah satu orang terkaya se-Kudus, tempat sekolah anak dari orang terpandang se-Kudus, tempat sekolah anak dari Kepala Kejaksaan Kudus, tempat sekolah anak dari pejabat-pejabat di Kudus. Sepatu hitam dan kerapian menjadi ciri khas kami, tidak neko-neko, penuh prestasi, dari nasional, sampai internasional. Jadi bisa bayangkan sendiri begitu prestise nya sekolah ini. Dan pawai adalah hal yang bisa jadi merusak prestise itu.

Pawai dimulai. Rute kami tak terlalu jauh, mungkin sekitar 1 jam bersepeda dengan kecepatan pelan karena beruntutan. Saya sampaikan ke teman-teman untuk berjalan hanya 1 banjar saja, jadi tidak mengganggu perjalanan pengguna jalan lain. Di jalan kami bertemu dengan SMA lain yang pawai menggunakan sepeda motor dengan suar knalpot menggelegar, baju dicoret-coret, tanpa helm. Saya ga bergidik sedikit pun, karena saya yakin mereka ga akan mengganggu kami. Benar, mereka malah mengacungkan jempol kepada kami dan saling sapa. Dan kalau boleh sedikit membuka rahasia, beberapa siswa kami sebenarnya adalah “penjahat”, dan yang pawai sebenarnya juga sedikit banyak mengenal rombongan kami.

Di jalan kami bertemu warga yang menyaksikan kami dengan pakaian rapi bersepeda, komentar yang positif selalu keluar, “apik mas, ngono yo joss”, “ancen bedo mas SMA 1 Kudus karo liyane”, dan lainnya. Ya, kekhawatiran berlebihan dari Kepsek atau Pembina OSIS ga pernah terjadi dan malah terbalikkan. Kami pun kembali ke sekolah dengan tenang, di depan sekolah berjajar bus untuk mengantar adik-adik kelas kami yang bersiap-siap study tour ke Bali. Masih teringat jelas wajah mereka tersenyum sambil bertanya-tanya.

Sebelum aksi massa ini, di tahun 2004, demonstrasi nyaris kami lakukan. Ini karena kelas 3 masih ditarik iuran untuk pembangunan sekolah. Janji sekolah, tahun 2003 adalah tahun terakhir angkatan kami ditarik iuran pembangunan sekolah. Saya sempat mengumpulkan semua ketua kelas 3 dan beberapa orang berpengaruh di SMA kami, kami siapkan rencana demo. Tapi saya salah, rupanya ada satu pengkhianat diantara kami yang melaporkan rencana-rencana kami ke pihak Guru dan Kepala sekolah. Kami semua yang hadir di pertemuan itu dipanggil, dan akhirnya hanya berakhir di forum diskusi "penggunaan dana pembangunan sekolah". Sejak saat itu, orang yang saya percaya di SMA itu hanya 1 orang, saya sendiri.

Terima kasih Pembina OSIS yang menyediakan polisi untuk kami, dan terima kasih juga Pak Polisi yang mengawal kami. Kenangan bersama angkatan kami, pawai kami, kepanasan kami, menjadi headline Radar Kudus Jawa Pos dan terpampang foto kami yang bersepeda dengan tulisan “Bensin Habis”. Sejarah tak pernah berarti tanpa perjuangan dan perlawanan. Ya, Sejarah.

Selasa, 20 Maret 2012

Lepas Tanpa Patah

aku ingin melihatmu…bersanding di pelaminan dengan lelaki yang bukan aku,  yang tidak kukenal wajahnya  hingga hari itu. Hari dimana kau menjadi bagian dari iman laki-laki itu. Bahagia karena cita dan cinta.

Aku ingin hadir di hari itu, ijab kabulmu, menjadi saksi matamu...walimahanmu. Aku ingin melihatmu…bergandeng tangan dengan suamimu, lelaki yang bukan aku, yang dengan cintanya memboncengmu berdua dalam siluet fajar senja itu.
aku ingin melihatmu…bercanda dengan anak-anakmu, dari suamimu yang bukan aku, meski mereka manis dan lucu-lucu,cukup dengan itu. Aku ingin melihatmu…di masa tuamu, dengan keluargamu dan kebahagiaanmu itu. Aku ingin melihatmu... agar bisa kujaga hatiku untuk isteriku.

Seuntaian sajak karya PKJ terngiang tepat di benakku. Membawaku mengarungi dunia mantan mimpiku. Tepat di hari ini, dimana angin dirasa akan menghujam benda mati di hadapanku. Aku tak biasa menulis seperti ini, tapi tanganku tak kuasa untuk berhenti. Aku tak biasa sakit seperti ini, tapi jariku gemetar memaksa lari. Aku tak biasa marah sendiri menangisi diri, tapi lenganku menolak tuk sembunyi.

Siang terik, mataku sedikit menitik, dan anganku menggelitik. Kutuliskan dengan penuh kesadaran apa yang lama kuperjuangkan, kemudian kukirimkan padamu berita entah suka entah duka itu. Mataku gelap, meskipun di luar sana mentari gemerlap. Siapa bilang aku bertahan? Siapa bilang aku sekuat karang? Siapa bilang aku tak lekang dalam hutan? Nanti, aku akan seperti yang kau harapkan..Nanti...

Saat ini, detik-detik ini ada serupa air kehancuran menuai kerinduan. Saat ini, langkah lunglai ini ada serasa api kekejaman menguntai kejiwaan. Dan cukup saat ini kumulai mencengkeram lepas semua pikirku tentangmu. Entah apa cukup saat ini, kubawa serangkaian mawar hitam dalam gundukan nisan mantan mimpiku dan mimpimu...

Pernah ku berharap asapmu memenuhi ruangan gelapku, hingga membuatku mampu melihat guratan-guratan. Pernah pula ku tahu, kau berharap airku memenuhi danau rindumu, hingga membuatmu mampu melihat gemerlap. Tapi aku tak pernah berharap meninggalkanmu tanpa patah hati, seperti bidak kecil meninggalkan rajanya. Dan kupun tahu kau tak pernah berharap meninggalkanku tanpa sakit hati, seperti sang panah meninggalkan busurnya. Dan kini akulah gladiator dalam colloseum kehidupan.

Sudahlah..aku lupa tentang membuatmu diam. Sudahlah...aku lupa tentang membuatmu menangis. Sudahlah...aku lupa tentang membuatmu tersenyum. Sudahlah...aku lupa tentang membuatmu terbahak lepas. Sudahlah...aku lupa.....sudahlah...aku....sudahlah....su...dah....lah....

Rabu, 07 Maret 2012

Mer

Gundah mendung lukiskan muram
Usik permainan hati dua anak dewasa tak remaja
Niatkan sucinya ikrar...
Ancangkan cantiknya bersatu jasad...

Wanitaku menangis sendu dalam dekap pasrah
Aku bernyanyi pilu dalam pelukan ego
Nyala harapan perlahan menyurut
Kubutuh api tuk terangi, kubutuh nafas tuk berlari

Untuk separuh hidupmu kurelakan hati terpenggal
Riangkan seluruh wajahmu kurelakan jiwa terjagal
Namun semua terhalang nestapa...

Ijinkanku titipkan rasa yang pernah merekah
Ajarkanku remukkan lukisan rasa dalam kanvas

Senyumku senyummu pahit mengembang di nadi
Anganku pun bersujud
Tanganmu pun bersimpuh
Riakku riakmu kejam tertelan di dada
Ini bukan inginku dan inginmu Mer..

Aku kamu tak bisa tak kuat
Dan ingin kuhentikan semua
Ingin....

Kamis, 01 Desember 2011

Revolusi Tanpa Poligami

Malaise, begitulah istilah lain dari depresi ekonomi yang besar pada tahun 1930-an. Banyak perusahaan yang kolaps dan bangkrut karena saat itu kemampuan beli masyarakat dunia sangat kecil, sementara barang produksi sangat banyak. Tak terkecuali perusahaan Matsushita Electric (cikal bakal Panasonic) milik Konosuke Matshushita. Banyak sekali perusahaan yang kemudian mengurangi jumlah tenaga kerja mereka guna menekan biaya gaji. Tapi Matsushita berbeda, dia tidak mungkin tega memecat karyawannya yang masih punya keluarga dalam kondisi perekonomian seperti itu. Semua karyawan ia anggap sebagai keluarganya sendiri.

Matsushita kemudian berfikir untuk memberdayakan karyawannya yang semula menjadi buruh, diangkat menjadi bagian penjualan. Dia memangkas produksi, meskipun begitu, persediaan barang dagang masih banyak karena lemahnya daya beli masyarakat. Manajer perusahaan meminta Matshushita segera mem-PHK karyawan untuk menekan kerugian ini. Matshushita tak bergeming, akhirnya dia memotong setengah jam kerja, tapi tetap membayar penuh upah karyawannya. Ia juga meminta pekerja untuk membantu menjual jaminan simpanan saham. Akhirnya Matshushita pun berhasil mempertahankan perusahaannya. Kebijakan itulah yang pada akhirnya secara tidak langsung mampu menyelematkannya nyawanya dari penjajahan Sekutu.

Keberhasilan Matshushita tak akan diraih jika dia tidak punya seorang istri dan 3 asisten yang selalu mendampinginya sejak sama-sama membuat perangkat lampu pada tahun 1917. Matshushita hanya lulusan pendidikan menengah dan tak punya pengalaman berbisnis. Sadar akan hal itu, Matshushita butuh usaha keras dan semangat tinggi. Saat itu mereka bekerja berjam-jam dan tak pernah ada libur sebelum menemukan perangkat lampu yang inovatif.

Panasonic tak akan pernah kita tahu jika Matshuhita tak pernah bertemu istri dan tiga asistennya. Begitu juga Steve Jobs tak akan pernah kita kenal jika dia tak bertemu seorang luar biasa seperti Wozniak, yang sama-sama mendirikan perusahaan Apple dari sebuah ruang kerja kecil. Dan Bill Gates tak akan pernah menjadi manusia terkaya di dunia dalam jangka waktu lama bila dia tak pernah kenal Paul Allen. 

Kecakapan seseorang dalam membangun revolusi, melaksanakannya dan memimpinnya menuju kemenangan, tak dapat diciptakan dengan otaknya sendiri. Revolusi disebabkan oleh pergaulan hidup. Begitulah yang disampaikan Tan Malaka dalam bukunya “Aksi Massa” (1926). Kesadaran akan butuhnya kekuatan bersama seperti Tan Malaka juga tercermin dalam kitab suci Kaum Nazi, “Mein Kampf” (1925). Di tulisannya, Adolf Hitler mengungkapkan alasannya memilih menjadi Kepala Divisi Propaganda Partai Buruh di tahun 1921. Hitler yakin bahwa perubahan yang akan dilakukannya hanya dapat dilakukan apabila mempunyai basis massa yang kuat.

Jika kita mempunyai tujuan yang besar dan yakin kita mampu mendapatkannya sendirian, yakinlah bahwa tujuan itu tak akan tercapai maksimal. Tujuan besar dicapai dengan kombinasi yang cantik, dan kombinasi dapat tercapai minimal dengan adanya 2 orang. Jadi, ketika Anda berfikir Anda akan membuat tujuan yang besar dan luar biasa, pastikan Anda punya rekan untuk itu semua. Rekan yang paling tepat dan akan selalu ada bersama Anda, begitu pun Anda akan selalu bersama dia. Ya… Anda boleh memanggilnya “istriku” atau “suamiku”.

Senin, 07 November 2011

2 Jam Lagi

Kurang lebih 2 jam lagi dari terbitnya tulisan ini, Aula DJKN lantai 5 akan menjadi saksi sesenggukan tangis manusia, rintihan pedih hati kegagalan harapan, senyuman pahit jatuhnya asa, ataupun tawa riang di lubuk hati terdalam serasa meraih kemenangan hakiki. Ya, ratusan CPNS DJKN 2010 akan membuka lembaran baru dalam kehidupannya. Hari ini 8 November 2011. Entah kebetulan atau tidak, tepat sekali 11 bulan yang lalu bertanggal 8 Desember 2010, peristiwa itu sudah pernah saya lalui. PENEMPATAN, begitulah kami menyebut tragedi itu.

Sebelum hari bersejarah bagi 55 orang CPNS DJKN 2009 itu, saya mencoba memberikan bahan-bahan pertimbangan pada decision maker tempat kami berlabuh. 2 kali polling permintaan ataupun keinginan kami, dialog face to face dengan salah satu yang berpengaruh terhadap keputusan akhir, memberikan database yang tepat dan akurat, sampai alasan-alasan yang normal maupun abnormal sudah diungkapkan ke bagian yang mengurus nasib kami. IP, asal kota, spesialisasi, hasil kinerja saat magang, usia, jenis kelamin, dan masih banyak lagi lainnya sudah tertulis lengkap di CV maupun database kami pun menjadi sogokan pertimbangan. Saya terus berharap bahwa permintaan adalah awal pertimbangan dan selanjutnya diversuskan dengan kinerja dan kemudian yang lain. Yang pada akhirnya saya sadar, semua itu bisa tak berguna hanya dengan 1 kata pemegang hak veto, “Ganti”.

Tentu saja di sini saya tidak akan mempermasalahkan bagaimana seorang yang berasal dari Medan ditempatkan di Jayapura, ataupun menyoalkan bagaimana seorang ber-IP cumlaude nan berwajah ganteng (siapa tahu ini jadi pertimbangan penempatan...hehe) yang berkinerja baik saat magang dan tak pernah tersentuh pelanggaran disiplin kecil sekalipun bisa ditempatkan di tempat yang jauh dari keinginannya. Saya juga tidak akan mempertanyakan bagaimana orang yang meminta tempat yang tak diinginkan 90% orang, malah ditempatkan di tempat yang diinginkan 90% orang. Saya juga akan melupakan bagaimana seorang yang ber-IP kecil ditempatkan di tempat dia tak pernah magang dan diinginkan banyak orang. Dan saya pun tak akan mengirikan seorang yang jelas-jelas tertulis ditempatkan di sebuah kota, tapi sampai detik ini tak pernah berada di kota itu. Tapi saya bukan pelupa . Saya masih ingat janji, terutama janji mengenai kata “PERBAIKAN”.

Kalau mungkin nanti Menteri, Dirjen, Direktur, atau pejabat kepegawaian mengatakan, “Kami akan melakukan perbaikan sistim kepegawaian”, “Di mana saja itu sama, tergantung kita”, “Di daerah, kalian akan lebih banyak belajar soal-soal teknis”, “Ini bukanlah akhir segalanya, tapi hanya merupakan awal”, saya pasti akan tertawa sekencang-kencangnya sampai pingsan saking mualnya. Seandainya itu tidak melanggar norma kesopanan, seandainya itu tidak melanggar etika profesi, dan seandainya orang tua saya memperbolehkan saya tidak menghargai orang lain, seandainya agama saya mengijinkan untuk saya menghina seseorang dengan cara yang buruk, saya akan melakukannya.

“Hope for the best, prepare for the worst” dan “dimanapun kita ditempatkan, anggaplah kita akan berada di situ selama-lamanya” akan sering kita dengar menjelang saat-saat seperti itu. Kita bekerja di lingkungan yang seharusnya membuat semua pegawai merasa nyaman dan puas. Ketidakpuasan akan membawa pada ketidaklurusan. Karena yang membayar literan keringat kita adalah bergalon-galon keringat rakyat yang mau menyerahkan sebagian kecil hasil kerja kerasnya (atau mungkin sebagian besar.hehe). Kalau CPNS DJKN 2010 berharap semua harapan sesuai kenyataan, tolong lupakanlah mimpi itu,bangunlah pagi, dan lihatlah sinar matahari. Malam memang terasa gelap, tapi ingatlah, esok matahari akan bersinar kembali. Karena tempat Anda menggantungkan mimpi tak pernah peduli arti mimpi Anda.

Akhirnya saya sepertinya harus sok bijak dan sok berpesan kepada para galauers ini. Kalau Anda berfikir saat ini keadilan masih berlaku dalam penempatan, lebih baik “bunuh”lah saya sekarang juga. Kalau Anda kemudian menyerah pada langkah pertama Anda, lebih baik mundur dari sekarang. Kalau Anda berhasil ditempatkan sesuai keinginan Anda, yakinlah bahwa tak semua yang Anda rasakan sekarang akan Anda rasakan seterusnya. Kalau Anda tak puas dengan hasil yang ada di atas kertas, berusahalah untuk menjadi montir kerajaan, karena Anda sedang berada dalam kerajaan tanpa montir. Yang terakhir, kalau ada yang ke Papua dan boleh untuk ditukar dengan tempat saya sekarang berdiri, saya siap setiap saat!!