Rabu, 19 Januari 2011

Bisakah Kamu Menjadi Istri Sukarno?

Ditakuti lawan, disegani kawan, dipuja rakyat dan disanjung dunia. Ya, seorang Sukarno, yang lahirnya bernama “Soekarno” adalah sosok yang sangat kita hafal. Peci hitam, kacamata elegan, berdiri tegap menggunakan baju kebesarannya, menatap tajam dan gemulai setiap hentakan mata yang melihatnya. Dia adalah salah satu generasi emas bangsa Indonesia, ya…generasi emas.

Di balik Sukarno adalah dua orang luar biasa pula yang selalu mendukung hidupnya dengan pendidikan yang tegas dan lembut, sosok bapak dan ibunya. Bapaknya seorang bangsawan keraton dan ibunya seorang yang berkasta tinggi di Bali. Bercampurnya darah kebangsawanan dalam diri Sukarno tak pelak membuat kewibawaannya mampu mencengangkan dunia. Megawati kemudian mengalir mengikuti Bapaknya, begitu pula “Sang Maestro” Guruh Sukarno Putra, yang mewarisi jiwa seni dan kemampuan menggoyah Sang Hawa.

Sukarno membangun dan dibangun generasi. Tapi tahukah Anda, Sukarno pernah gagal membangun sebuah generasi demi sebuah “keegoisan” jiwa membaranya. Pernikahan pertama Sukarno adalah bukti kegagalannya dalam membangun atau membentuk karakter seseorang demi mengimbangi dirinya. Sukarno “terpaksa” menikahi putri dari HOS Cokroaminoto, setelah istri dari HOS meninggal dan HOS terlihat sangat terpukul. Satu-satunya jalan menyelematkan kekalutan HOS adalah dengan menikahi putri dari HOS, Sukarno menjalaninya.

Seiring berjalannya waktu, Sukarno yang menikahi putri HOS yang saat itu masih belia, benar-benar bukan menjadi istri yang seutuhnya bagi Sukarno. Di bukunya, Sukarno menyatakan bahwa istrinya itu masih terlalu muda, tidak bisa mengimbangi cara pikir Sukarno yang menurutnya sangat cepat dan maju. Sukarno merasa berjuang sendirian tanpa dukungan istrinya. Ya, Sukarno mengeluh…..dan akhirnya diakhirilah semuanya tanpa Sukarno pernah menyentuh istrinya.

Ketika orang tua kita “bukan apa-apa” menurut orang lain –karena pastinya mereka adalah orang luar biasa bagi kita-, yakinlah bahwa kita lah yang akan membawa kebanggaan kedua orang tua kita bahwa anaknya adalah seorang yang mampu melahirkan generasi emas karena telah dilahirkan oleh generasi yang lebih emas. Bukan tentang
“siapa orang tua kita” tapi tentang “siapa anak kita”. Ketika kita dipaksa memilih sebuah pilihan visioner dalam hidup dan kita merasa tidak dapat mengimbangi apa yang kita inginkan, maka kita harus menjadi lebih luar biasa lagi dari seorang yang dilahirkan generasi emas. KITA HARUS MELAHIRKAN GENERASI EMAS

Yakinlah…kadang-kadang mencintai seorang yang kamu cintai adalah dengan cara mencintai orang yang tidak kamu cintai… 

3 komentar: