Jumat, 10 Januari 2014

Kapan Kawin? Kapan Punya Anak? Kapan...Kapan...dan Kapan

Dalam mitologi Yunani, ada suatu saat dimana negeri bernama Thebes, negeri yang didirikan seorang bernama Cadmus, sedang dilanda kengerian yang hebat. Siapapun yang akan masuk negeri itu, harus berhadapan dengan Sphinx (makhluk berbentuk singa bersayap, tapi wajah dan tubuhnya seperti wanita). Sphinx menghalangi siapa saja yang akan masuk dan memberikan sebuah teka-teki, bagi siapa yang menjawab dengan benar maka orang itu akan diberikan jalan untuk masuk Thebes, tapi jika menjawab dengan salah maka orang itu akan dibunuh oleh Sphinx. Sudah banyak tak terkira korban Sphinx.

Suatu saat seorang bernama Oedipus, seorang anak raja yang pergi meninggalkan negerinya, menuju Thebes dan mau tak mau bertemu dengan Sphinx. Teka-teki pun dilontarkan Sphinx, “Makhluk apakah yang berjalan dengan empat kaki di pagi hari, dua kaki di siang hari, dan tiga kaki di sore hari?”. “Manusia”, jawab Oedipus. “ketika bayi dia berjalan merangkak dengan kedua tangan dan kakinya, ketika dewasa dia berjalan dengan kedua kakinya, dan ketika masa tua dia berjalan dengan dua kaki tetapi menggunakan tongkat.” Jawabannya benar, dan monster Sphinx entah kenapa, kemudian membunuh dirinya sendiri. Rakyat Thebes selamat.

Ya, itulah manusia, dia akan berubah. Tak ada manusia yang tak berubah. Dan perubahan yang pasti adalah yang dikatakan Oedipus tadi, kecuali dihentikan kematian. Sama dengan kehidupan kita sehari-hari, seakan lupa bahwa manusia pasti berubah, pertanyaan selalu sama terlontar kepada kita. Saat kita kecil, kita ditanya “cita-citanya apa nak?”, saat menginjak SD, kita ditanya mau SMP mana, begitu pula saat SMP. Ketika sudah menginjak SMA, kita ditanya mau kuliah dimana, sudah kuliah kita ditanya kapan lulus, saat sudah lulus kita ditanya mau bekerja dimana, dan saat sudah bekerja kita ditanya sudah punya pacar atau belum? Kapan menikah?. Sudah menikah, kita ditanya kapan punya anak, sudah punya anak, kita ditanya kapan punya rumah, mobil dan sebagainya. Capek.

Rukayyatu Fatahu Umar, penghafal Al Qur’an dari Nigeria berusia 3 tahun
Cleopatra Stratan, penyanyi Rumania, dibayar per lagu Rp 125 juta di usia 4 tahun
Cameron Johnson, pengusaha yang di usia 12 tahun omsetnya sudah mencapai Rp500 Miliar
Mark Zuckeberg 26 tahun jadi Person of the Year, menciptakan facebook umur 20 tahun,
Alia Sabur meraih Profesor Doktor termuda di dunia umur 22 tahun,
Jason Kidd 10 kali masuk all star NBA, usia 37 tahun baru meraih juara NBA pertamanya,
Bill Gates jadi orang terkaya dunia di usia 41 tahun,
Albert Einstein meraih nobel fisika di usianya yang menginjak 42 tahun,
Taikichiro Mori, orang terkaya versi Forbes tahun 1991 mulai berbisnis di usia 55 tahun,
Colonel Harland Sanders pada usia 65 tahun baru mulai usaha KFC,
Ronald Reagan, salah satu Presiden AS paling terkenal, menjadi presiden usia 70 tahun.

Umur manusia memang terus bertambah tua, tapi sampai dimana dia mencapai kesuksesan religi, finansial, prestise, ataupun tahta tak ada batasannya. Fakta di atas menunjukkan bagaimana orang dengan usia berbeda mampu menghasilkan sesuatu yang sama-sama luar biasanya, tanpa batasan usia. Pertanyaan klise pada kita tak akan muncul kembali menghantui kita, karena kita punya rasa dan cara sendiri meraih kesuksesan apapun dalam hidup kita. Dan rasa pesimis atas keterbatasan usia kita tak akan pernah muncul, karena kita tahu kita masih ada tenggat waktu hingga saat-saat akhir hayat kita.
“Harapan hanya mati dalam kematian, dan harapan selalu hidup dalam kehidupan”

Terus berjuang dan optimis kawan….

Senin, 06 Januari 2014

Masa-masa di Sekolah : Kelulusan Tanpa Coretan

Saya sudah lama gak menulis, yah demi sebuah perubahan, mulai hari ini saya coba menulis sesuatu. 1 hari 1 tulisan. Hal yang paling mudah adalah menulis kisah diri sendiri, dan hal yang paling menarik dari diri sendiri adalah KENANGAN…dan kenangan yang paling menarik adalah kenangan masa SMA.. :D

Ya, memang sangat panjang kisah saat SMA, tapi daripada saya ga mulai-mulai buat menulis, ada baiknya saya menulis soal masa SMA, buat awalan. Nah, kalau saya tulis semua, pasti capek, tulis yang menarik aja dikit lah.

Saya ingat hari itu adalah Pengumuman Kelulusan angkatan kami, 2005. Seminggu yang lalu saya sudah woroworo ke semua ketua kelas dan orang yang saya kenal ataupun ga kenal buat bawa sepeda ontel ke sekolah. Kita akan pawai keliling kota merayakan kelulusan 100% kita. Kalau tidak 100%, pawai batal. Kenapa sepeda? Pemikiran saya sederhana, tidak merusak polusi, hampir semua orang punya, saat itu bensin langka dan sedang naik. Tapi yang paling utama adalah saya hanya ingin SMA kami memberikan contoh kepada SMA lain bahwa kelulusan tak harus dengan coret-coret baju kemudian pawai dengan motor. Hal itu pasti mengganggu keselamatan dan kenyamanan diri sendiri dan orang lain.

Tak terasa hari sudah semakin panas hingga membuat sejuknya udara Kudus saat itu terusik kehadiran matahari jam 9 pagi. Semua sudah di posisi tempat titik kumpul di dalam sekolah (sepeda parkir di dalam sekolah), sekitar kurang lebih 70-an sepeda siap melakukan pawai keliling Kudus. Persiapan pawai ini memang mengalir begitu saja. Kalau boleh dibilang, mantan pengurus OSIS lah yang banyak bergerak mempersiapkan ini.

Setiap ketua kelas saya cek, apakah sudah memastikan sekelas lulus semua atau tidak. Ada 10 kelas yang harus dicek. Dan Alhamdulillah, setelah dicek, kami lulus 100%. Pengecekan ini cukup makan waktu, tapi memang itu yang bisa kita lakukan, guru-guru tidak ada yang mau memberikan info soal ini. Pawai ini rupanya sudah diketahui para guru, dan mereka tidak setuju.

Sekarang semua sudah siap meluncur, tapi tiba-tiba Pembina OSIS SMA kami memanggil mantan ketua OSIS kami dan koordinator pawai ini. Hendrawan, mantan ketua OSIS kami mengajak saya, Amin, dan Saiz untuk menghadapi panggilan itu. Kami dibawa ke ruang BP, disana sudah ada Kasbiyanto, guru yang terkenal killer, mantan Pembina OSIS yang saat itu sebagai Wakil Kepala Sekolah bidang Humas. Diskusi berlangsung alot, saya sudah menjelaskan alasan-alasan kami melakukan pawai ini, mereka tidak terima dan Kasbiyanto sebagai seorang killer mengatakan “Sampai mati pun saya ga akan menyetujui pawai ini”. Alasan keamanan menjadi hal yang membuat mereka tidak menyetujui pawai ini, dan selama sejarah SMA kami, ga pernah ada pawai kelulusan, dan ini akan mencoreng nama baik SMA. Kalau saat itu ada istilah “Lebay”, saya akan mengatakan itu pada Kasbiyanto…hahaha

Merasa gagal melobi saya dan kawan-kawan, kami kemudian dibawa menghadap ke Kepala Sekolah, Drs H Makmun, begitulah nama kepala sekolah kami. Diskusi masih sama dan alasan saya juga masih sama, hasilnya pun sama: kepala sekolah melarang. Saya, Hendrawan, Amin dan Saiz hampir putus asa. Gagal…gagal ini pawai. Tapi saya mulai kesal juga dengan mimik wajah kemenangan Pembina OSIS saya, saya yakin, ini bisa dilawan. Akhirnya saya minta waktu ke Kepala Sekolah untuk bertemu dengan “Pasukan Bersepeda” yang sudah siap berangkat. Saya ajak mereka berkumpul dan saya sampaikan,

“teman-teman, saya dan perwakilan kita dipanggil sama Kepala Sekolah dan Pembina OSIS, kita nggak boleh untuk pawai, alasan keamanan dan nama baik sekolah. Sepanjang sejarah SMA 1 Kudus, belum pernah ada yang pawai setelah kelulusan. Dan mereka takut kalau kita ada apa-apa di jalan kalau bertemu dengan SMA lain. Saya serahkan ke teman-teman baiknya gimana, tapi kalau saya, saya akan tetap berangkat, entah itu dibolehkan atau tidak. Sejarah hanyalah sejarah, justru kita nanti yang akan membuat sejarah sebagai angkatan yang pawai untuk pertama kalinya.”

Tak ada satupun yang menolak usul saya saat itu, mereka siap berangkat, dengan ijin Kepala Sekolah atau tidak. Dan bahkan sebelum saya menghadap kepala sekolah lagi, ada satu teman saya, Fahmi yang sepedanya dilempar bata oleh Kasbiyanto karena dianggap mengejek beliau di lapangan sekolahan.

Kami kembali menghadap kepala sekolah yang didampingi Pembina OSIS, kami sampaikan, diijinkan atau tidak, kami akan tetap berangkat. Drs H Makmun sempat terkejut mendengar keputusan kami, mungkin selama ini, murid-murid terlihat taat di tangannya. Tapi ini beda Bung!! Pembina OSIS dan Kepsek berembug cukup lama. Terlihat wajah Pembina OSIS mulai tersenyum kecut,

“OK, kalian berangkat dengan 1 syarat, kalian harus dikawal polisi, saya yang sediakan polisinya”, Sang Pembina OSIS mulai beranjak pergi dan menelepon kantor polisi.

Saya girang bukan kepalang, sejarah akan terjadi. Kalau mau sedikit bercerita, SMA saya ini tempat sekolah anak dari salah satu orang terkaya se-Kudus, tempat sekolah anak dari orang terpandang se-Kudus, tempat sekolah anak dari Kepala Kejaksaan Kudus, tempat sekolah anak dari pejabat-pejabat di Kudus. Sepatu hitam dan kerapian menjadi ciri khas kami, tidak neko-neko, penuh prestasi, dari nasional, sampai internasional. Jadi bisa bayangkan sendiri begitu prestise nya sekolah ini. Dan pawai adalah hal yang bisa jadi merusak prestise itu.

Pawai dimulai. Rute kami tak terlalu jauh, mungkin sekitar 1 jam bersepeda dengan kecepatan pelan karena beruntutan. Saya sampaikan ke teman-teman untuk berjalan hanya 1 banjar saja, jadi tidak mengganggu perjalanan pengguna jalan lain. Di jalan kami bertemu dengan SMA lain yang pawai menggunakan sepeda motor dengan suar knalpot menggelegar, baju dicoret-coret, tanpa helm. Saya ga bergidik sedikit pun, karena saya yakin mereka ga akan mengganggu kami. Benar, mereka malah mengacungkan jempol kepada kami dan saling sapa. Dan kalau boleh sedikit membuka rahasia, beberapa siswa kami sebenarnya adalah “penjahat”, dan yang pawai sebenarnya juga sedikit banyak mengenal rombongan kami.

Di jalan kami bertemu warga yang menyaksikan kami dengan pakaian rapi bersepeda, komentar yang positif selalu keluar, “apik mas, ngono yo joss”, “ancen bedo mas SMA 1 Kudus karo liyane”, dan lainnya. Ya, kekhawatiran berlebihan dari Kepsek atau Pembina OSIS ga pernah terjadi dan malah terbalikkan. Kami pun kembali ke sekolah dengan tenang, di depan sekolah berjajar bus untuk mengantar adik-adik kelas kami yang bersiap-siap study tour ke Bali. Masih teringat jelas wajah mereka tersenyum sambil bertanya-tanya.

Sebelum aksi massa ini, di tahun 2004, demonstrasi nyaris kami lakukan. Ini karena kelas 3 masih ditarik iuran untuk pembangunan sekolah. Janji sekolah, tahun 2003 adalah tahun terakhir angkatan kami ditarik iuran pembangunan sekolah. Saya sempat mengumpulkan semua ketua kelas 3 dan beberapa orang berpengaruh di SMA kami, kami siapkan rencana demo. Tapi saya salah, rupanya ada satu pengkhianat diantara kami yang melaporkan rencana-rencana kami ke pihak Guru dan Kepala sekolah. Kami semua yang hadir di pertemuan itu dipanggil, dan akhirnya hanya berakhir di forum diskusi "penggunaan dana pembangunan sekolah". Sejak saat itu, orang yang saya percaya di SMA itu hanya 1 orang, saya sendiri.

Terima kasih Pembina OSIS yang menyediakan polisi untuk kami, dan terima kasih juga Pak Polisi yang mengawal kami. Kenangan bersama angkatan kami, pawai kami, kepanasan kami, menjadi headline Radar Kudus Jawa Pos dan terpampang foto kami yang bersepeda dengan tulisan “Bensin Habis”. Sejarah tak pernah berarti tanpa perjuangan dan perlawanan. Ya, Sejarah.